Webinar “One Health System dalam Upaya Pencegahan Resistensi Antimikroba”
Yogyakarta, 7 Februari 2023. Program Studi Farmasi S2 Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan bekerjasama dengan Pusat Informasi dan Kajian Obat (PIKO) Universitas Ahmad Dahlan dan KAMADA (Keluarga Alumni Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan) telah berhasil menyelenggarakan webinar pada hari Kamis, 2 Februari 2023. Webinar ini dihadiri oleh masyarakat umum serta tenaga kesehatan dari latar belakang dan instansi yang berbeda melalui zoom meeting pada pukul 08.00 – 11.00.
Webinar yang bertema “One Health System dalam Upaya Pencegahan Resistensi Antimikroba” sebagai upaya untuk membahas fenomena resistansi antimikroba. Tema resistensi antimikroba dipilih karena dilatarbelakangi banyaknya kasus resistensi di tengah masyarakat, banyaknya faktor yang menimbulkan resistensi antibiotik, dan juga tingkat kecepatan terjadinya resistensi dari obat antimikroba di tengah persebaran dan penemuan antimikroba yang masih sedikit. Adanya pelaksanaan webinar ini sebagai ajakan untuk masyarakat umum dan tenaga kesehatan untuk sama-sama lebih peduli terkait resistansi antibiotik agar nantinya kasus resistensi antimikroba dapat berkurang dan memahami tindakan preventif yang dapat dilakukan.
Acara ini diawali dengan pembukaan oleh MC oleh apt. Imaniar Noor Faridah M.Sc., pembacaan ayat Al-Qur’an oleh Habib Basyanur Murdi, pemutaran lagu Indonesia Raya, pemutaran Mars Muhammadiyah, pemutaran hymne Universitas Ahmad Dahlan, pemutaran hymne Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, dan sambutan dari dekan Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan oleh Dr. apt. Iis Wahyuningsih, M.Si. Setelah acara tersebut dilanjutkan dengan penyampaian materi oleh drg. Pembajun Setyaningastutie, M. Kes. yang merupakan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta dengan judul materi “Pelaksanaan Pengendalian Resistensi Antimikroba di DIY”.
Poin penting yang disampaikan oleh drg. Pembajun Setyaningastutie, M. Kes. adalah terjadinya resistensi antimikroba tidak hanya disebabkan oleh kesalahan dalam konsumsi obat, tetapi juga karena makanan yang dikonsumi baik dari ternak ataupun tanaman serta menjelaskan bahwa pengendalian resistensi antimikroba merupakan strategi dari dinas kesehatan yang tercantum dalam RPJMN 2022-2024. Beliau juga menjelaskan di Indonesia kasus resistensi antimikroba paling banyak pada pasien dengan kasus ISPA non pneumonia dan diare non spesifik, sehingga perlu adanya upaya pemantauan sebulan sekali guna mengurangi persentase resistensi antimikroba pada 2 kasus tersebut.
Setelah pemaparan materi pertama selesai dilanjutkan pemaparan oleh apt. Lolita, S.Far., M.Sc, Ph.D. dengan judul materi “How to treat and prevent antimicrobial resistance”. Poin penting dari pemaparan materi yang disampaikan adalah bahwa saat ini secara global telah terjadi krisis resistensi antimikroba dikarenakan periode waktu resistensi sangat pendek dari waktu pertama kali obat antimikroba ditemukan, yaitu kurang lebih 10 tahun. Beliau juga menjelaskan beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menangani resistensi antimikroba pada kasus TBC di Indonesia adalah dengan mengupayakan untuk menjalankan surveilans, memastikan bakteri yang menyerang kasus TB sudah mengalami mutan atau belum, dan pengadaan tes genetik untuk mengetahui penanganan resistensi antimikroba yang tepat. Lebih lanjut, beliau memaparkan pentingnya penemuan baru terkait obat antimikroba, penggunaan obat antimikroba yang rasional, dan pengawasan penggunaan antimikroba di peternakan maupun pertanian yang dalam hal ini harapannya veteriner bisa bekerjasama dengan dinas kesehatan maupun apoteker dalam mengawasi penggunaan antimikroba.
Setelah pemaparan materi selesai, dilakukan penyerahan sertifikat untuk masing-masing pembicara, MC, dan juga untuk moderator apt. Kurnia Yuliawati, M.KM. yang telah memandu jalannya penyampaian materi oleh Ketua Program Studi S2 Farmasi, yakni Dr.apt. Woro Supadmi., M.Sc. Acara webinar ini sangat bermanfaat dan memberikan wawasan pengetahuan yang banyak khususnya terkait resistensi antimikroba dan menjadi PR untuk lebih peduli terhadap makanan dan lingkungan sekitar karena penyebab resistensi tidak hanya dari penggunaan obat yang tidak rasional saja.