Peran dan Kompetensi Apoteker
Peran dan Kompetensi Apoteker
Peran profesional yang mencakup laporan kompetensi, unit, dan elemen yang menggambarkan pengetahuan profesional, atribut, dan diharapkan kinerja farmasi diperluas dan diatur peran profesional. Framing kompetensi ini : profil keselamatan pasien, penyediaan perawatan yang optimal, undang-undang, profesional dan kolaboratif hubungan, berpikir kritis, pengambilan keputusan dan keterampilan pemecahan masalah, dan professional penilaian. Profil ini menggambarkan pengetahuan khusus, keterampilan, kemampuan, dan sikap yang diperlukan untuk performa yang kompeten dan mencerminkan peran farmasi dalam situasi yang beragam dan Pengaturan praktik farmasi.
1. Kompetensi Pernyataan: Sebuah komponen pekerjaan besar yang membutuhkan aplikasi dan integrasi pengetahuan yang relevan, keterampilan, kemampuan, sikap, dan / atau penilaian.
2. Kompetensi Unit: Sebuah segmen utama dari suatu kompetensi secara keseluruhan yang menggambarkan kunci kegiatan yang diperlukan untuk melaksanakan kompetensi itu.
3. Elemen Kompetensi: Sebuah sub-bagian dari unit kompetensi yang menggambarkan atau memerinci indikator kinerja kunci aktivitas yang diharapkan.
Etika, Hukum dan Tanggung Jawab Profesional
Apoteker praktek dalam persyaratan hukum, menunjukkan integritas profesional dan bertindak untuk menegakkan standar profesional praktek dan kode etik.
Elemen Kompetensi: persyaratan Terapkan hukum dan etika, Menegakkan dan bertindak atas prinsip etika yang akuntabilitas utama seorang apoteker adalah pasien, Menunjukkan integritas pribadi dan professional, Menunjukkan pemahaman tentang sistem perawatan kesehatan dan peran apoteker dan profesional kesehatan lain di dalamnya, Menunjukkan pemahaman tentang pentingnya dan proses pengembangan profesional yang berkelanjutan.
Unusuall Learning Profession
Dimensi baru pekerjaan kefarmasian sekarang antara lain : Asuhan Kefarmasian (Pharmaceutical Care), Farmasi Berdasarkan Bukti, Kebutuhan Menemui Pasien, Kepedulian Pada Pasien Kronis, Pengobatan Sendiri, Jaminan Mutu Pelayanan Kesehatan, Farmasi Klinis, Kewaspadaan Farmasi.
Farmasi ditinjau dari objek materinya, memiliki kerangka dasar dari ilmu-ilmu alam; Kimia, Biologi, Fisika dan Matematika. Sedangkan ilmu farmasi ditinjau dari objek formalnya merupakan ruang lingkup dari ilmu-ilmu kesehatan. Secara historis ilmu farmasi dikembangkan dari medical sciences, yang berdasarkan kebutuhan yang mendesak perlunya pemisahan ilmu farmasi sebagai ilmu pengobatan dari ilmu kedokteran sebagai ilmu tentang diagnosis.
Secara umum farmasi terdiri dari farmasi teoritis dan farmasi praktis. Farmasi secara teoritis dibangun oleh beberapa cabang ilmu pengetahuan, yang secara garis besarnya terdiri dari farmasi fisika, kimia farmasi, farmasetika, dan farmasi sosial. Selanjutnya farmasi praktis terdiri dari dua bagian besar yakni farmasi industri, dan farmasi pelayanan.
Pertama, Farmasi Industri adalah ruang lingkup penerapan ilmu-ilmu farmasi teoritis, dan tempat pengabdian bagi ahli-ahli farmasi (farmasis) yang berorientasi pada produksi bahan baku obat, dan obat jadi, dan perkembangan selanjutnya juga meliputi kosmetika dan makanan-minuman.
Kedua, Farmasi Pelayanan yakni pengabdian disiplin ilmu farmasi (farmasis/apoteker) pada unit-unit pelayanan kesehatan (apotek, rumah sakit, badan pengawasan, dan unit-unit kesehatan lainnya). Peranan farmasis/apoteker di unit-unit pelayanan kesehatan menjadi sangat penting, dan berorientasi pada pemberian obat rasional empirik, yakni pemberian obat yang tepat dosis, tepat pasien, tepat indikasi, dan harga terjangkau
Untuk hal tersebut di atas, sangat dibutuhkan kerjasama antara farmasis/apoteker dengan pihak-pihak terkait (interdisipliner), dan didukung oleh wawasan luas yang berorientasi pada kesehatan yang paripurna dan hedonistik, produktif manusiawi, serta berwawasan lingkungan yang ekologis, bernuansa pada kesejakteraan yang universal.
Farmasis/apoteker yang berdaya intelektual dan berdaya moral haruslah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan nilai kejujuran dalam menjalankan profesinya. Setiap keputusan yang diambil, pilihan yang ditentukan, penilaian yang dibuat hendaknya selalu mengandung dimensi etika.