WASPADA OBAT PALSU
Obat palsu bukan saja merugikan pengguna tetapi juga membahayakan. Obat pada dasarnya adalah racun yang membahayakan, hanya saja pada dosis atau kadar tertentu memiliki efek farmakodinamik yang lebih bermanfaat.
Peredaran obat palsu di Indonesia terus menjadi ancaman bahaya permanen. Di saat situasi sulit dan melambungnya biaya hidup, harga murah menjadi salah satu faktor penentu dalam membeli barang termasuk obat.Demikian dikemukakan Sekjen Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Justisiari Kusumah dalam konferensi pers di Jakarta, “Tahun 2002 lalu, empat kota besar yang disurvei pada 400 outlet ditemukan obat ilegal. Ini publikasinya tahun 2005. Bagaimana dengan sekarang. Tentunya pertumbuhannya kian memprihatinkan, “kata Justisiari.
“Permasalahan utama mengenai obat-obatan palsu ini adalah bagaimana mengutamakan ruang gerak peredarannya, ” tambahnya.
MIAP, gabungan sejumlah asosiasi perusahaan yang bergerak sektor bertugas untuk menangani pemalsuan di Indonesia sejak tahun 2003 ini, menilai aparat hukum harus tegas dalam pemalsuan obat ini. “Sangat sedikit dari pemalsu obat yang dijerat dengan hukum maksimal,” katanya.
Aneh tapi nyata. Itulah sebutan untuk peredaran beragam obat palsu yang saat ini justru makin marak. Namanya obat, bisa saja memiliki efek samping selain dapat menyembuhkan penyakit. Lalu bagaimana nasib si sakit jika yang dikonsumsi ternyata obat palsu? Adakah cara tepat untuk mengantisipasinya? Bisnis obat sangat menggiurkan. Itu sebabnya banyak yang tertarik bermain di situ. Di antara banyak pengusaha obat itu sebagian beroperasi secara tidak resmi dan hanya memikirkan keuntungan bisnis di atas penderitaan orang lain. Mereka kehilangan rasa kemanusiaan terhadap si sakit dan keluarganya. Obat palsu, itulah sebutan bagi obat-obatan yang diedarkan tidak memenuhi peraturan yang ada.
Ada tiga kategori suatu obat disebut obat palsu.
Pertama, yaitu bahan, takaran dan mereknya sama dengan obat asli, tetapi dibuat oleh produsen bukan pemegang merek.
Kedua, mereknya sama tetapi bukan buatan produsen yang sama, dan isinya substandar.
Ketiga, mereknya sama, tetapi isinya bukan obat dan tidak jelas pembuatannya. Jenis ketiga ini paling merugikan.
Obat palsu juga mencakup suatu produk yang tidak mencapat izin resmi. Produk yang ternyata berisi bahan berkhasiat lain un disebut obat palsu. Berakibat Fatal Pemalsuan dan peredaran obat palsu mencakup berbagai macam jenis, mulai dari obat-obatan kimia, jamu, suplemen mapun obat tradisional Cina (Traditional Chinese Medicine) yang lazim disebut TCM. Sejauh ini pemalsuan paling banyak dilakukan terhadap obat-obatan terkenal dan obat penyakit kronis. Persoalan serius sangat mungkin timbul akibat obat palsu tersebut, lebih-lebih karena menyangkut jarapan hidup seseorang. Bayangkan betapa berbahayanya bila penderita diabetes mengonsumsi obat palsu yang terbukti tidak mengandung zat pengontrol kadar gula darah sama sekali. kadar gula pasien bisa melonjak tinggi hingga mengakibatkan koma atau bahkan lebih fatal lagi. Obat palsu lain yang juga mengundang bahaya adalah cairan injeksi Kamethasone. Suntikan ini digunakan untuk menenangkan pasien syok atau asma berat. Namun, bila yang disuntukkan Kalmethasone dengan kadar zat aktif nol persen, pasien bisa meninggal. Maraknya peredaran obat palsu, menurut Ida Marlinda dari yayasaan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dipengaruhi oleh mahalnya obat asli di apotek atau distribusi resmi. Karena jalur distribusi yang kelewat panjang dan berbelit-belit, konsumen cenderung terjebak membeli obat palsu yang harganya lebih murah. Faktor lain adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang jenis obat. Ditambah dengan kebutuhan yang mendesak, menjadikan khasiat dan keamanan obat diabaikan. Sulitnya menutup ruang gerak peredaran obat palsu tersebut juga diakui BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan). Buktinya setiap tahun selalu ditemukan beberapa jenis obat palsu di berbagai tempat, di antaranya Amoxsan 500 (kapsul), Fansidar (tablet). Ponstan 500 (kaplet), deztamine (tablet), dan Daonil (tablet) Soal pemalsuan ini sebetulnya sudah lama berlangsung dan banyak pula pihak yang mengetahuinya, tetapi tetap saja tidak bisa diberantas secara tuntas. Kondisi ini terus berlanjut seiring dengan ompongnya taring hukum. Hal ini dipahami sekaligus dimanfaatkan betul oleh para pedagang dan produsen obat palsu yang hanya memikirkan untung besar semata. Ganjaran ringan Di KUHP, pemalsu obat dapat dikenakan sanksi pasal 386 ayat 1 dan dipenjara selama-lamanya empat tahun. Sementara sesuai UU nomor 23 tentang Kesehatan, pelaku bisa dihukum penjara selama 15 tahun dan denda paling banyal Rp 300 juta. Menurut UU Perlindungan Konsumen nomor 8 tahun 1999, pelaku dapat dikenai sangksi pidana penjara paling lama lima tahun dan denda harta benda senilai Rp 2 miliar. Kenyataannya, dari 426 kasus pemalsuan yang dilaporkan selama April 1999 hingga Juni 2000, hanya tujuh kasus yang sampai ke putusan pengadilan. Hukumannya pun hanya berupa denda Rp 200 ribu-Rp250 ribu atau kurungan satu sampai dua bulan. Diantaranya kasus pemalsuan obat senilai Rp 1 miliar di Jawa Tengah. Hakim hanya mengganjar tiga bulan penjara dengan masa percobaan lima bulan bagi si pelaku. Duta BPOM menyebutkan, sejauh ini vonis tertinggi bagi pemalsu obat hanya tujuh bulan penjara, yaitu yang terjadi di tahun 1999. Dendanya antara Rp 200 ribu – Rp 750 ribu, susider satu hingga empat bulan penjara. Sementara di tahun 2000, rata-rata vonis hanya denda Rp 150 ribu hingga Rp 1,5 juta, subsider satu hingga tiga tahun penjara. YLKI melihat kenyataan yang membuat konsumen obat tak berdaya, seharusnya menjadi perhatian serius pemerintah. Selain juga harus terus mendidik masyarakat agar menjadi konsumen yang aktif dengan bekal pengetahuan tentang obat maupun hak-haknya sebagai konsumen. Di tingkat konsumen, meningkatnya pengetahuan yang didapat melalui konsultasi dengan dokter medis maupun penyembuh tradisional menjadi sangat penting demi menghindari penggunaan obat, jamu, suplemen, maupun obat TCM palsu. Ingat, obat palsu tidak mudah dikenali. Konsumen hanya mampu mengurangi risiko penggunaan obat palsu dengan membelinya di tempat resmi, khususnya untuk obat resep dokter. Pastikan dengan memeriksa ada tidaknya nomor registrasi dari BPOM, produsen atau agen penyalur, serta nomor kontak pusat layanan konsumen untuk produk jamu, suplemen dan obat TCM. Semua terserah pada konsumen apakah masih mau diracuni oleh obat, jamu, suplemen maupun obat TCM palsu hanya karena bisa membeli dengan harga lebih murah. Apa itu obat palsu? Menurut Peraturan Menteri Kesehatan nomor 242 tahun 2000, yang dikategorikan sebagai obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak menurut undang-undang.